Tampilkan postingan dengan label Social Phenomenon. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Social Phenomenon. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 April 2014

Humanity Problem

Enjoy this post

Sepagian path saya diwarnai postingan yang agak sedikit beda dari biasaya yang biasanya cuma isian dumelan semerautnya jalanan ibu kota.  Sebelumnya saya mohon maaf kepada, ehem Mbak Dinda yang hari ini mulai populer dengan hujatan di sosial media.  Baiklah perlu diketahui tulisan ini bukan untuk ikutan menghakimi Mbak Dinda dan membela ibu hamil, apalagi untuk ikutan mendongkrak "kepopuleritasan" Mbak Dinda (hahahah gak banget lah yah), ini cuma sekelumit pendapat pribada saya, si ANKER (Anak Kereta) yang kurang lebih 4 tahun menjadi pengguna sekaligus pengamat perkeretaapian di ibu kota (tsaaaah gayak).

Kurang lebih 4 tahun saya memilih Commuter Line (CL) yang dinaungi oleh PT KAI (Kereta Api Indonesia) sebagai sarana transportasi untuk pulang pergi Rumah-Kampus (Bekasi-Depok), mulai dari kereta ketek (kereta ekonomi) yang harganya 2000 perak, sampai kereta Pakuan yang harganya 16.000, terus kereta ketek mulai ditiadakan, dan harga CL melambung bak harga cabai sampe akhirnya turun lagi kaya harga cabe-cabean, semuanya sudah saya alamin, ya istilahnya pait, getir, manis, naik CL udah saya telen lah.

Mbak Dinda mungkin bukan cuma 1 dari 1.000.000 pengguna CL yang "ngedumel" tentang gak enaknya naik CL apalagi sampai ada tragedi rebut-rebutan bangku.  Saya juga kadang jengkel sama orang yang asal nyerobot aja tempat duduk yang udah lama saya incar, paitnya ya gitu kalo yang ngincer justru orang-orang yang berstatus PRIORITAS (Anak kecil, Ibu hamil, Lansia, dan Orang Berkebutuhan Khusus) yang gak kebagian tempat duduk karna emang nasip udah gak kebagian, atau karna hak mereka di rebut sama orang yang "MAU BANGET" diprioritasin.  Kadang orang Indonesia juga susah dibilangin, banyak banget yang duduk di kursi prioritas padahal tandanya udah segede gajah hamil, malah saya pernah sengaja ngejambak mas-mas yang dengan pulesnya tidur disini.  Ya kalo udah ada tanda tolong banget sih pengertiannya mau kereta penuh atau kosong ya jangan dipake, sadar diri aja kalo kita bukan termasuk golongan prioritas.

Oke buat yang gak tau suasana di CL saat pergi dan pulang kantor, saya bakal bantu mendeskripsikannya.  Satu rangkaian CL terdiri dari 8 gerbong, 2 gerbong khusus wanita yang ada di setiap ujung rangkaian, dan sisanya gerbong campuran.  Kapasitasnya sekitar 120-170 orang dimana terdiri dari 16 untuk duduk di kursi prioritas dan 28-30 untuk duduk di kursi non prioritas sisanya ngatung.  Tapi itu normalnya, gak normalnya di mulai saat jam sibuk dimana buat goyangin panta* aja gak bisa, aroma ketek dari yang asem kecut, asem seger, bau kambing dan lain-lain juga bakal dengan sangat mudah terendus.  Sekedar informasi dulu jamannya tiket CL masih 8500 rupiah untuk Jakarta-Bekasi, kereta Bekasi gak separah kereta tujuan Bogor, tapi karna semakin murah akhirnya ya gak ada bedanya.

Oke balik lagi ke Mbak Dinda.

Mbak, saya, bahkan jutaan pengguna lainnya punya masalah yang sama, "Kelelahan dan Kestressan" yang berbeda hanyalah kadarnya.  Tapi perlu dipahami bahwa ibu hamil punya tingkat kelelahan dan kesetressan yang jauh lebih tinggi dari wanita normal pada umumnya.  Kadang saya juga heran sama ibu hamil yang masih maksain diri naik ke gerbong yang jangankan untuk perut datar atau buncit karna kekanyangan aja susah naik tapi masih maksa naik.   Ini sebenernya bagian dari dilema saya juga saat nanti saya menikah dan dipercaya untuk hamil (aamiin), disisi lain saya harus tetap bekerja, tapi disisi lain keselamatan saya dan calon bayi di rahim terancam.  Mau naik kendaraan roda dua atau roda empat milik pribadi atau angkutan umum juga gak ngejamin bakal bebas dari kelelahan dan kesetresan, pasalnya di kota urban seperti Jakarta dan Bekasi CL masih menjadi saran transportasi pilihan. (Pleassee jadiin saya orang kaya melebihi Syahrini biar ke Emol di Jakarta aja bisa naik Jet, oke labai).

Saya juga kadang sedih kalau lagi ada di gerbong khusus wanita.  Wanita semua loh isinya, kadang dengan egoisnya ada aja penumpang yang pura-pura tidur, pura-pura gak denger karna jedak jeduk musik di headsetnya.  Pernah ada bahkan sering kejadian seorang ibu yang lagi hamil muda saking dia takut mau minta haknya di kursi prioritas dengan keadaan hamil tapi perut belum melembung, sampai akhirnya ibu itu pingsan.  Atau kadang ada nenek-nenek yang emang sih keliatannya masih gagah tapi pas diperhatiin 10-15 menit beliau berdiri mukannya udah pucet.

Buat siapa pun yang menggunakan transportasi massal, mau itu kereta, bus, andong, dokar dll ini bukan prihal siapa yang lebih lelah, siapa yang kuat, dan siapa yang lebih dulu dateng tapi ini masalah solidaritas, kemanusiaan.  Anggep ajalah kita nabung kebaikan buat orang lain, nih contoh deh cowok anak muda kalau ada ibu-ibu yang tolong diangkat badannya, kasih duduk, ya bukan masalah gender juga tapi udah masalah kemanusiawian dan etika.  Kita bermain peran lah, coba bayangin kalau kita hamil rasanya gimana, kalau ibu atau nenek kita diacuhin saat mereka lagi di kereta.  Yuk belajar untu menjadi pribadi yang lebih sensitif terhadap kesusahan orang lain, dan saling menghargai hak orang lain.  Ibu hamil kalau keadaan gerbong udah gak memungkinkan untuk dinaikin (dengan indikasi pintu sudah gak bisa ditutup dengan mudah) yuk bersabar tunggu yang lebih memungkinkan, ada hak anak yang mesti kita jaga sekalipun dia belum lahir.  Yang bukan termasuk golangan penumpang prioritas, ada baiknya kita mengalah kalau yang termasuk golongan prioritas ini tidak mendapatkan haknya secara langsung, tapi kita bisa jadi perantara rizkinya sekalipun hanya sekecil memberi tempat duduk.

Sekali lagi tulisan ini hanya pendapat sederhana saya saja sesuai pengalaman kurang lebih 4 tahun menjadi anak kereta, mohon maaf kalau ada perbedaan perspesi antara saya dan para pembaca.

Lovelill2014






Kamis, 29 Agustus 2013

Siapa yang diincar kemudian ?

Enjoy this post

Postingan saya kali ini mungkin akan sedikit berat, bukan sekedar curcolan sehari-hari lagi melainkan saya ingin mengembangkan pemikiran - pemikiran pasca mengamati perkembangan politik dunia khususnya di negara-negara islam.

Belum setahun insiden berdarah penggelontoran rezim Khadafi, kini Mesir kembali berdarah pasca kudeta militer terhadap presiden terpilihnya Mursi.  Sebelumnya, keadaan Syuriah sudah parah lebih dahulu, bahkan sepekan ini muncul berita bahwa AS dan sekutunya sedang bersiap-siap untuk melakukan agresi militer ke Syuriah.

Bukan hal yang baru jika di balik semua konflik negara Timur Tengah adalah skenario bangsa Yahudi yang mayoritas hidup di Israel dan AS.  Yahudi dan negara Barat lainnya bersekutu untuk menghancurkan negara-negara islam khususnya di Timur Tengah.

Perhatikan peta sasaran bangsa Yahudi yang bisa kita katakan adalah Israel:
gambar: voa-indonesia

Setelah menggerogoti hampir dari luas wilayah Palestina sejak berabad-abad silam, gambar di atas adalah negara-negara yang menjadi target kebengisan Yahudi dan Barat selanjutnya.  Jika dalam kasus Mesir kita bisa berbicara bahwa tidak sepatutnya sebuah negara dipimpin oleh seorang pemimpin fanatik agama seperti Mursi, jawabannya memang tidak dapat disalahkan, namun dalam hal ini Israel dan AS seudah memiliki skenario setelah mengetahui bahwa betapa berpengaruhnya Mursi terhadap kebijakan di Mesir yang justru merugikan mereka.

Dibukannya jalur perdagangan terusan Suez, Impor produk ke Palestina sudah dibebaskan, dan hal hal lain yang membuat Israel merasa terancam.  Israel adalah boneka kekuatan AS di kawasan Timur Tengah, sedangkan AS adalah boneka Israel di mata dunia.  Jika dianologikan, apabila Israel ingin tetap menguasai negara-negara di atas dengan kekuatan penuh baik dari segi pengakuan maupun infrastruktur perang, dia harus menuruti apa pun yang diperintah AS, dan sebaliknya demikian AS akan memberikan apa pun yang di minta Israel jika kekayaan yang dikeruk terutama minyak dan uranium yang banyak tersebar di negara Timur Tengah bisa dengan leluasa dinikmati.  Untuk diketahui, jumlah uang yang digelontorkan oleh AS untuk Israel adalah sama dengan uang yang digelontorkan AS untuk membantu negara-negara di kawasan Benua Afrika, artinya porsi untuk banyak negara hanya digunakan untuk 1 negara.

Negara-negara di atas adalah negara yang menjadi pusat peradaban islam sejak nabi Ibrahim a.s sebagai pembawa garis keturunan Bani Israil, selain menjadi pusat peradaban kita ketahui negara Timur Tengah adalah negara kaya yang dikarunia limpahan minyak dan pertambangan lainnya, dan teritorial negara-negara teratas khusunya Mesir adalah jalur strategis perekonomian dunia melalui terusan Sueznya.

Jika syuriah difitnah dengan isu pengguanaan senjata kimia, Iraq difitnah dengan isu senjata nuklir yang disebut-sebut untuk menyerang AS, Mesir difitnah melalui strategi pemberian senjata kepada militernya dan justru dibuat untuk mengkudeta pemimpinnya, dan Palestina difitnah dengan pihak oposisi hisbutahrir (padahal Israel takut karena 3500 anak Palestin sejak di dalam kandungan sudah dididik untuk menjadi seorang tahfidz Quran yang artinya mereka memiliki kekuatan baik secara IQ dan keberanian, itulah mengapa di Palestin anak adalah target utama Israel), lantas negara islam lainnya akan difitnah dengan strategi apa?

Saya kira dari sekian banyak tragedi yang kita saksikan, bisa saja negara kita Indonesia yang menjadi incaran selanjutnya.  Mengapa?  Karena kita ketahui selain Indonesia adalah negara Islam terbesar di Asia, negara ini juga punya banyak limpahan kekayaan yang sekarang masih sangat mudah mereka nikmati, yang menjadi incarannya sekarang selain sektor minyak, gas, dan pertambangan, adalah pengeksploitasian uranium di Mamaju, Sulawesi Barat yang merupakan uranium dengan kualitas terbaik di dunia.  Jika ini menjadi aset yang bisa dimanfaatkan sendiri oleh kita, seperti Iraq yang memanfaatkan uraniumnnya sendiri tanpa dibagi-bagikan ke bangsa lain, jelas kita bisa saja menjadi target fitnah bangsa Yahudi dan sekutunya, mengapa tidak???  Kalau sekarang kita masih aman meskipun kita berteriak di tingkat Internasional mengenai tragedi kemanusiaan di negara Timur Tengah bahkan mengalahi suara bantuan yang seharusnya datang dari negara Liga Arab, itu karena masih terlalu banyak pemimpin kita yang sebenarnya menjadi antek-antek AS dan sekutunya.

B E R S A M B U N G ....
Dengan tulisan persamaan fitnah yang dibuat AS di Mesir, dengan yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998

Lovelill

Referensi:
http://voa-islam.com
http://majalah.hidayatullah.com/?p=2285
http://astrophysicsblogs.blogspot.com/2012_12_22_archive.html

Selasa, 27 Maret 2012

SUSAHNYA CARI NAFKAH

Enjoy this post

Sebenarnya sudah lama saya ingin menulis tentang ini, tapi mood saya seperti sesuatu yang mengambang di empang, timbul tenggelam walhasil baru kesampaian malam ini.  Setuju gak sih kalo saya bilang cari nafkah itu susah???  Setuju, setuju, setuju?? Pasti semua setuju, sekalipun yang bilang Milyader terkaya seantero galaxi bima sakti.

Sebelumnya saya mau narsis dulu nih, saya bersyukur banget terdampar di jurusan MICE (meeting, incentive, convention, exhibition) Politeknik Negeri Jakarta (dulu namanaya Politeknik UI), kenawhy?  Soalnya selama hampir 3.5 tahun jadi mahasiswa di sana, saya sudah bisa merasakan pergelutan dunia kerja, ya paling gak goresan pengalaman kerja di CV saya sudah bisa mencapai 1 lembar, nyalon gak minta uang lagi sama ayah, pacaran gak minta bayarin sama pacar (iyaalah), mau beli ini itu gak harus nunggu bonus akhir tahun dari ayah turun, travelling gak harus ngerengek nyerobot uang belanja si ibu hehe. ( Gak sombong loh cuma narsis).  

Okey korek yuk SUSAHNYA CARI NAFKAH

Ini dia pengalaman-pengalaman yang membuat saya bisa mengambil judul demikian:

1.  Kebetulan tanggal 28 nanti saya ada kerjaan, yah nyambi lah kerjaan ala mahasiswa jadi tenaga bantu buat nanganin event, udah sering sih sebenarnya bukan kali pertama kayak gini cuma tadi malem itu rasanya yang palung berat.  Kita sih biasanya dibayar 200-250/hari, gak besar tapi paling gak sekarang saya dan mungkin teman-teman saya udah gak harus minta sana sani buat seneng-seneng atau beli barang yang kita mau.  Bayangin, anak gadis malem-malem masih duduk termenung menunggu kereta di stasiun yang jaraknya masih jauh banget dari rumah, hujan deras, banjir, basah kuyup naiknya KRL Ekonomi lagi, yah untungnya sepi jadi bisa tidur sampai manggut-manggut.

2.  Nah di kereta yang saya tumpangi semalam biasalah ada pedagang-pedagang asongan.  Ada pedagang asongan yang bolak-balik depan saya,wajahnya gak bisa berbohong lagi kalo si Bapak sudah letih dan cukup berumur.  Duh gak tega miris banget ngeliatnya, si Bapak jualan camilan dengan harga Rp 1000,-.  Malam itu terpaksa ingkar janji sama ibu buat gak beli makanan di kereta, karena saya paham betapa berharganya uang Rp 1000,- untuk beliau, jadi saya beli beberapa bungkus.

3.  Sesampainya di rumah eng ing eng, tepat di gerbang rumah persis sesosok lelaki tua dengan muka lelah berdiri dengan pandangan panjang ke arah sekeliling.  Ya beliau ayah saya, beliau jarang pulang karena tuntutan pekerjaan, ini masa-masa sulit dalam kehidupan beliau dalam mencari nafkah jauh dari keluarga, sakit dirasakan sendiri, semua serb sendiri. Hebatnya beliau ketika pulang ke rumah dan menemui saya tidak berada di rumah, beliau akan setia berdiri di pagar, selelah apa pun kondisinya.  Tapi tadi malam beliau menunggu saya dengan keadaan muka pucat pasi, dan sedikit demam.  Itu semua akibat susahnya mencari nafkah.


Allah, saya bersyukur masih bisa merasakan betapa susahnya mencari nafkah, jadikan saya hamba-Mu yang selalu bersyukur untuk setiap detik kehidupan yang saya jalani.

Buat kalian di luar sana yang masih berfoya-foya di atas orangtua kalian, petantang petenteng dengan hasil kerj keras orangtua kalian, mempercantik diri dengan hasil kerja keras kalian, berpikirlah bagaimana susahnya mereka untuk mendapatkan itu semua sekalipun itu merupakan kewajiban mereka atas dirimu.

Dan untuk teman-teman yang sudah mulai mencari nafkah, jangan malu dan berkecil hati.  Kalian bekerja bukan karena kalian kekurangan nafkah, tapi kalian bekerja karena kalian sedang kekurangan ilmu kehidupan, sesungguhnya pengalaman itu mahal.  Bersyukurlah bahwa kalian orang-orang terpilih yang dibuka kan matahatinya untuk membantu orangtua kalian, membantu merasakan apa yang dirasakan orantua kalian, kalian adalah orang yang paling berbahagia yang bisa memiliki, merasakan, dan menyayangi apa yang bisa kalian miliki karena hasil kerja kelas kalian.

So....
Masih punya pikiran untuk foya-foya pake harta orangtua???



Lovelill
Bekasi, 27 Maret 2012
9.13 p.m




Senin, 29 Agustus 2011

Hanya di Indonesia

Enjoy this post

Hanya di Indonesia ada yang namanya ribut-ribut masalah ketetapan puasa, idul fitri maupun idul adha.  Ya semua HANYA DI INDONESIA.  Nampaknya selain mudik perdebatan masalah kapan lebaran juga menjadi sebua tradisi yang sudah lama berakar di Indonesia.

Entah ada sebuah campur tangan politik di dua kubu Muhammadiyah maupun NU nampaknya menjadi sebuah perdebatan yang nyaris tak luput dari tradisi lebaran di Indonesia.  Ini masalah umat, dan saya rasa mereka pemegang keputusan di masing-masing kubu baik Muhammadiyah maupun NU benar-benar membuat keputusan yang searif mungkin dengan berpegang pada ushul fiqih mahzabnya masing-masing.

Hanya di Indonesia yang isi aku twitternya berbicara mengenai ribut-ributan kapan penetapan 1 Syawal.  gak  percaya?  Mari cek gambar berikut



Saat saya mencoba mencari gambar tersebut dengan keyword "1 Syawal" ternyata hasil mencengangkan ada 40 tweets per satu menit yang muncul dengan konten 1 Syawal di dalam sebuah perdebatan maupun sindiran terhadap keputusan masing-masing pihak.

Ya kalo saya ditanya mau ikut siapa ya cuma bisa bilang, saya punya keyakinan yang tersimpan di hati dan pikiran berdasarkan mahzab alim ulama yang sudah saya dan keluarga besar saya anut.  Kemarufan datang dalam menaati keputusan pemerintah sebagai imam, adabaiknya islam tidak terpecahbelah, islam harus satu, saya menghargai keputusan pihak mana pun dalam memutuskan kapan 1 Syawal.  Allah Maha Mengetahui, biarlah Allah yang memutuskan segala keputusan karena Allah pula lah hakim yang paling adil.

Sekarang saatnya bersukur karena telah melampaui Ramadhan dan berdoa agar bisa bertemu kembali dengan Ramadhan tahun depan tentu diharapkan tanpa perbedaan yang justru memecahbelah umat islam di Indonesia maupun dunia.

Selamat berlebaran semua :))
Mohon maaf lahir batin.

Jumat, 25 Februari 2011

Saya dan Rokok

Enjoy this post

Saya dan rokok.  Saya dan rokok punya cerita banyak yang saya hasilkan dari pengalaman saya sebagai seorang perokok pasif, ya perokok pasif karena saya bukan perokok aktif yang menghisap racun-acun yang dilinting dan kemudian mengeluarkannya dalam bentuk asap yang mengepul.

Semua orang tau rokok.  Saya rasa semua tahu rokok, tahu baik secara dalam maupun mengenalnya.  Entahlah, bagi saya nampaknya rokok sudah menjadi kebutuhan hidup di negara ini.  Setiap hari setiap langkah, kanan kiri selalu nampak segumpalan asap tipis dengan bau yang kurang enak bagi saya. Semua orang mengetahui rokok secara leluasa tanpa makna terkadang.

Begitu banyak obsesi saya yang hadir karna rokok.  Mulai obsesi positif maupun negatif.  Saya mengenal rokok dengan kegelisahan, kesedihan, kebencian, harapan, dan pertanyaan.  Saya bukan yang kontra dan bukan juga yang pro dengan keberadaan rokok di negeri ini.

Saya, rokok, dan kegelisahan.  Saya gelisah saat saya melihat begitu banyak perokok aktif yang saya temui di mana pun saya berada.  Mulai dari aki-aki yang bau tanah, anak muda, bahkan anak ingusan sekali pun, lelaki dan wanita juga nampaknya tak malu memperlihatkan wibawanya sebagai seorang perokok aktif.  Kegelisahan saya menyeruak layaknya seekor tikus yang diintai ular di balik semak belukar di tengah malam yang mencekam.  Saya sangat gelisah miris tak terelakkan ketika saya melihat kepulan asap dengan bau yang menyesakkan keluar dari mulut seorang anak ingusan.  Ah, entah karena mereka memang mengikuti kodrat orangtuanya sebagai seorang perokok atau pun salah jalan, yang jelas saya gelisah.  

Sebagai seorang calon ibu dikehidupan yang akan datang saya gelisah memikirkan akan seperti apa anak saya menyaksikan ulah para perokok muda jaman sekarang.  Apa yang harus saya katakan kepada anak saya jika dia bertanya mengapa aku tak mengizinkannya merokok padahal di sekelilingnya banyak perokok yang dia temui???  

Saya, rokok, dan kesedihan.  Kemarin sore saya hendak pulang ke rumah saya di daerah Bekasi dengan menggunakan transportasi kereta ekonomi.  Suasananya saat itu tidak terlau kisruh karena memang kereta ekonomi Bekasi jauh lebih tertib ketimbang ekonomi Bogor.  Persis di hadapan saya seorang ayah dengan memegang pikulan dagangannya duduk di depan pintu kereta, disampingnya berdiri dengan sangat manja anak perempuannya, usianya jika diterka mungkin sekitar 3 tahunan.  Tak lama si anak meilhat tukang mainan duduk di persis dihadapannya, tak ayal anak itu pun langsung merengek minta dibelikan mainan yang harganya Rp 5000,-.  Sang ayah justru berkata " Udahlah gak usah beli mainan, bapak gak punya duit."  Si penjual pun langsung pergi, dan tak lama kemudian datang seorang pedagang rokok.  Mata si anak belum berpaling dari si tukang penjual mainan itu, masih berharap dia kembali datang dan ayahnya mau mebelikannya.  Bukannya membelikan si anak mainan, sanga ayah malah memanggil si penjual rokok, dan membeli empat batang rokok.  Harganya sedengar saya sekitar Rp 4000.

Saya sedih, saya terpukul bahkan sangat terpukul.  Bagaimana tidak, saya pernah berada di posisi anak itu, merengek dengan kepolosan berharap bisa dibelikan mainan, tapi apa? sang ayah justru dengan piciknya berkata tidak punya cukup uang untuk membeli mainan seharga LIMA RIBU, tapi mampu mebeli 4 batang rokok seharga EMPAT RIBU.  Hey Pak, dimana otak anda, dimana hati nurani anda!! Ah, sedih miris saya menyaksikan kejadian ini, sungguh benar-benar kejadian di luar akal sehat.

Saya, rokok, dan kebencian.  Jika ada hari dimana membunuh itu diperbolehkan, saya pasti akan membunuh para perokok aktif yang saya temui.  Kebiasaan saya menggunakan transportasi kereta ekonomi terkadang membuat saya merasa sangat terganggu jika saya harus duduk atau berdiri persis di dekat orang yang sedang merokok.  Pikiran liar saya pun mulai beraksi, jika saja membunuh itu diperbolehkan saya akan membunuh mereka dengan tidak segan mendorong mereka ke rel, ahh tapi sudahlah, toh mereka pun sudah membunuh diri mereka secara perlahan dengan rokok yang mereka hisap tidak sesekali bahkan berkali-kali.

Saya, rokok, dan harapan.  Seperti kebanyakan orang pasti mereka memiliki harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, dengan bayaran yang paling tidak mencukupi kebutuahan hidup mereka.  Jika melihat strategi pemasaran sebuah produk rokok, rupanya saat ini mereka lebih memilih mempromosikan produk mereka melalui sebuah event, berhubung saya adalah orang yang sedang menggeluti perkuliahan dibidang event Manegement tepatnya Program Study D IV MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) Politeknik Negeri Jakarta, saya sangat berharap bisa bekerja di salah satu  perusahan rokok di Indonesia di divisi event.

Saya, rokok, dan pertanyaan.  Begitu banyak pertanyaan di otak saya mengenai rokok.  Tapi satu pertanyan besar saat ini dalam otak saya adalah, apakah saya harus mengikuti keidealismean saya bahwa ternyata dalam hati saya jelas mengatakan tidak untuk rokok, atau saya memang harus menikmati manisnya uang ketika saya bekerja di perusahaan rokok?  Uang yang dihasilkan dari orang-orang yang nyaris mati karena ketololan mereka sendiri??? Ahhh pertanyaan ini sungguh menyiksa saya.

Senin, 17 Januari 2011

Sudahlah Kawan !!

Enjoy this post

Tulisan ini sebenarnya hanya unek-unekku, tak ada yang berlebihan hanya ingin mengambil sikap, sikap dalam menghadapi perubahan yang drastis dalam kehidupan kampusku saat ini.  Perubahan apa?  Perubahan yang aku bahkan beberapa mahasiswa di jurusanku rasakan, sebuah perubahan dari pengambilan keputusan untuk mengacak kelas.

Di beberapa universitas permasalahan pengacakan kelas mungkin bukan hal yang harus disikapi dengan gaya aneh, dan berlebih.  Pasalnya mereka terbiasa dengan sistem pengacakan kelas, sedangkan di kampusku hampir 3 tahun ini sudah tidak diberlakukan, dan baru pada semester genap inilah sistem tersebut kembali digunakan.

Desas-desus pengacakan kelas mulai santer terdengar sejak mahasiswa libur kuliah.  Aku pun melemas seketika, bahkan berontak sebisanya saat mengetahui isu pengacakan kelas.  Beberapa hari sebelum masuk kuliah, barulah isu tersebut menjadi nyata.  Banyak pro dan kontra yang merebak dari mulut mahasiswa, tak terkecuali pada diriku.

Saat itu aku dan beberapa temanku menuliskan keluh kesah kami di akun twitter pribadi milik kami, bahkan beberapa ada yang mengirimkan sms kekecewaannya padaku.  Ya Tuhan, tubuhku sangat melemah, lemas seketika ketika aku mengetahui sahabatku Tiwi, tidak sekelas lagi denganku.  Lemas, marah, kecewa, sedih, berkecamuk menjadi satu.  Baru beberapa setelah itu aku bisa menerima keputusan tersebut dengan ikhlas setelah beberapa pandangan positif di benakku bermunculan.

Pandangan postif apakah itu??

Mungkin sebagian dari kalian yang kontra terhadap keputusan ini seketika akan geram denganku, jika aku di samping kalian hujatan demi hujatan bisa saja kalian lontarkan padaku, tapi ini aku kawan.  Aku bukan kamu, dan kamu bukan aku!  Kita punya pemikiran yang berbeda, dan inilah aku dengan pemikiranku.

Baiklah mari menuju beberapa pandangan positif yang beredar di kepalaku !

1.  Hanya berpisah kelas, bukan berpisah untuk selamanya.

Hampir 2 tahun kebersamaan dengan teman-teman sekelasku terdahulu membuat kami sudah seperti layaknya keluarga kecil bahagia.  Keluarga kecil dimana ada konflik, kecerian, kebersamaan, yang telah mengisi lembar cerita di antara kami.  Mungkin ada pula yang sudah terbentuk ikatan yang lebih dari sekedar teman yakni sahabat.  Dua tahun bukan waktu yang singkat, bukan pula waktu yang lama untuk bisa saling memahami satu sama lain.  Mungkin perasaan takut tidak diterima apa adanya oleh teman baru, dan jauh dari sahabat sendiri adalah faktor utama mengapa terlalu banyak kotntra yang timbul.  Tapi ingat kawan, kelas memang berbeda, tapi selama kelas itu masih berada di salam satu gedung yang sama tidak menjadi masalah.  Toh hanya berpisah kelas, bukan berpisah untuk selamanya.

2. Langkah awal membangun suatu bisnis

Kawan bukankah kita berada di satu jurusan yang akan mengantarkan kita pada dunia bisnis secara lebih dalam???  Tentu kalian sering mendengar kalimat ini dari dosen maupun para alumni "Usahakan link kalian harus kuat!  Perbanyak teman jika ingin sukses membangun suatu bisnis!"  Di sini kawan, di kampus inilah saat kita membangun hubungan pertemanan sebanyak-banyaknya.  Hidup itu epos alias tabungan, ketika kalian berpikir cukup berteman dengan teman sekelas yang sama justru akan terjalin link yang kuat nantinya itu salah besar.

Aku bahkan mungkin kalian tidak sepenuhnya mengenal teman kalian di jurusan, mungkin hanya sekedar mengenal nama, tampang, tanpa mengenal kepribadiaannya.  Jangankan untuk mengenal kepribadiannya, kadang untuk menyapa saja enggan, tapi ketahuilah bahwa masih ada banyak waktu untuk menyaksikan perubahan! Siapa tahu orang yang hanya kita kenal tadi 5 tahun yang akan datang bisa menjdai orang yang berpengaruh bagi kelangsungan bisnis kalian, oleh sebab itu semakin banyak teman yang kalian peroleh saat kuliah, itu menunjukan bahwa langkah awal membangun bisnis dalam diri kalian sudah 30% terlaksana.

3.  Punya cerita baru

Jika kita terpisah dengan sahabat, atau beberapa teman dekat kita yang lain dan bertemu orang baru, pasti akan ada saja topik seputar teman barumu itu yang mau tidak mau suatu saat nanti pasti akan menjadi bahan cerita ketika kalian kumpul.  Bagus kan untuk menemani kumpul-kumpul ala kalian jika tiba-tiba kalian kehabisan bahan obrolan, etss bukan berarti kalian gibah loh! Atau jika anak cucu kalian bertanya bagaimana kalian sewaktu kuliah, mereka tidak akan jenuh dengan cerita kalian dengan objek pembicaraan yang sama, dia lagi dia lagi.  Mungkin dengan adanya penacakan ini kalian bisa lebih kenal si Ini yang suka ngupil sembarangan, si Ono yang suka tidur di kelas, si Itu yang suka kentut, bla bla dan bla.  Hidupmu tidak harus monoton kan dengan adanya cerita baru dari teman baru??

4.  Belajar banyak karakter

"Ah bete gue sekelas sama si ini, itu, ono,"  Ya ya ya , ini juga yang menjadi penyebab kontranya pengacakan kelas "KETIDAK COCOKAN KARAKTER."  Seperti prinsip awalku bahwa, aku bukan kamu dan kamu juga bukan aku, jadi wajar kita memiliki perbedaan karakter sekali pun suatu karakter yang sangat radikal dan sulit untuk kita terima.  Ingat kawan, hidup bukan mengejar kenyamanan, tapi menaklukan ketidaknyamanan menjadi suatu kenyamanan bagi diri kita.  Jika baru kuliah saja kita merasa sangat tidak nyaman dengan karakter beberapa teman baru kita, bagaimana jika sudah terjun ke dunia kerja apalagi dunia bisnis yang luas, terlalu banyak karakter aneh yang bertebaran di luar sana, mungkin sedikit atau banyak pernah kita temui di kampus, jika di kampus kita lebih banyak menemui karakter aneh yang membuat kita merasa tidak nyaman, itu malah bagus bukan?  Artinya ketika kita sudah bekerja dan menemui karkter aneh yang sama, pola pikir kita akan terbiasa untuk menaklukannya.

5.  Mereka lebih tahu yang terbaik untuk kita.

Dulu aku sering berpikir kenapa sering ada keputusan, jika terkadang keputusan itu membuat kita susah, padahal kita belum tahu bahwa sebenarnya keputusan itu akan membawa efek yang sangat baik.  Sehari setelah aku tahu bahwa kelasku diacak, ku ceritakan semua pada ayah, lantas ayah menasehatiku dengan kesimpulan yang bisa ku tarik adalah dengan siapa pun, dan dimana pun kita berada jika kita sudah punya prinsip untuk menjadikan diri kita lebih nyaman, maka tidak akan ada pengaruh apa pun meski kelas di acak.  Aku pun kembali bertanya pada diriku, bagaimana bisa aku melarang hatiku untuk menjalani keputusan yang telah dibuat para petinggi jurusan sedangkan mereka lebih tahu yang terbaik untukku.

Nah itu dia pemikaran positif yang membuatku saat ini sudah lebih bisa menerima keputusan ini dengan legowo.  Ingat kawan, kita bukan bocah kemarin sore alias yesterday afternoon boy yang berpikir bahwa hidup adalah senang-senang dengan teman saja, saatnya menabung pertemanan demi kelangsungan hidup di masa yang akan datang.  Jika kamu saat ini berpikir kamu hebat, punya banyak segalanya sehingga kamu hanya bergaul dengan teman yang kamu anggap selevel dengamu, maka ingatlah hakikat dirimu saat ini hanya parasut yang terselubung indah di mata orantuamu, dan aku, kamu, dia, mereka, bahkan kita masih memiliki banyak waktu untuk membuktikan akan seperti apakah kita ke depan???  Hari esok adalah kamu dan hari mu ke belakang!!  Sekali lagi, kita berhak untuk bicara, jika tulisanku dianggap menyimpang, mohon maaf yah!MySpaceMySpaceMySpace


Depok, January 17th 2011

Minggu, 16 Januari 2011

Catatan awal semester

Enjoy this post

Pagi ini dengan tubuh melemas, nafas terengah-engah ku paksakan tubuhku untuk berdiri tegak, kembali memulai kehidupan sebagai anak kost yang hampir satu bulan vakum pasca libur semester ganjil.  Semua ini ku rasa sebagai akibat dari seringnya begadang.  Mungkin benar kata Bung Rhoma dalam syairnya, "Begadang jangan begadang, kalo tiada artinya!" dan ucapan Bung Rhoma kurasakan kini.

Pagi ini seperti biasa aku lebih memilih menggunakan transportasi kereta commiter Jabodetabek.  Perlu melewati hampir 20 stasiun lebih dari Bekasi menuju Depok.  Nampaknya aku kurang beruntung pagi ini, aku kalah cepat sepersekian detik, kereta AC Ekonomi tujuan Jakarta Kota sudah tiba terlebih dahulu di stasiun Keranji-Bekasi.  Tidak ada kereta dengan rute langsung Bekasi-Depok atau sebaliknya, hal ini mengharuskanku transit terlebih dahulu di Stasiun Jakarta Kota.  

Pagi itu kereta nampak sesak, mataku sangat sulit untuk diajak toleransi, nampaknya dia sudah merasakan kelelahan pasca hampir sebulan penuh ku ajak begadang, hanya buku berjudul "6 years in waiting"  dan beberapa lagu dari handphone yang menemani perjalanku.

Setibanya di stasiun Jakarta Kota, ku lihat dari kejauhan kereta ekonomi tujuan Bogor baru tiba, dan terparkir di peron 12, "Beruntung!" ujarku dalam hati, aku selalu merasa beruntung manakala aku mendapatkan kereta ekonomi, lebih beruntung jika keadaan di dalam gerbongnya memungkinkan tubuhku yang gempal ini duduk (heheh).

Tidak ada yang berbeda dari suasana di dalam gerbong KRL ekonomi yang ku naiki pagi ini, suara para pedagang yang memantul, gesekan roda kereta yang cukup membisingkan, dan alunan suara dari radio reot milik para pengamen telah menjadi musik pengiring sejati di dalam gerbong.  Bau anyir dari ketiak para penumpang pun sudah tidaki asing di hidungku, mataku pun sudah tidak kaku melihat fenomena kerasnya kehidupan.

Pikiranku kembali menerka-nerka berapa usia rangkaian KRL yang aku tumpangi ini, jika dari kepekatan debu yang menempel di baling-baling kipas angin yang sudah tidak berfungsi, dan gesekan roda kereta, mungkin sekitar 10 tahun, bahkan lebih.

Otakku terus berjalan, menyabung pertanyaan demi pertanyaan. Bagaimana bisa di kota besar seperti Jakarta, masih ada angkutan sekumuh ini?  Bagaimana bisa di tengah kegengsian para pejabat, di tengah mejamurnya pembangunan, masih ada kehidupan sekeras ini?  Jika benar pemerintah akan meniadakan KRL ekonomi, berapa banyak pengangguran yang akan memadati kota Jakarta yang sudah reot ini?  Ahh, bagiku pikiranku hanya ketakutan yang berlebih atas keibaanku untuk rakyat jelata yang etah harus mengadu pada siapa, sementara tak ada empati sedikit pun yang diberikan pemimpin mereka.  Aku harap, semua pertanyaanku bisa terjawab dengan sebuah kehidupan baru yang berisikan KESEJAHTERAAN dan KEADILAN.

Bola mataku terus bergerak dari kiri ke kanan, sampai tertuju pada sosok tua renta, bibirnya sumbing, dan lehernya terkalungi radio reot sebagai modal kedua baginya untuk mencari sesuap nasi.  Pikiranku melanglang ke penjuru urat saraf, mengingat kembali konflik kecil atara aku dan ibu yang terjadi sesaat sebelum aku berangkat.  "Ah, maafkan aku ibu, mungkin aku terlalu manja untuk membaca bahwa sikapmu yang sedikit keras padaku sebenarnya baik untukku!  Aku terlalu egois ibu, ahh!"  tanpa sadar airmataku meluncur di pelupuk mata.

Besok hari pertama aku menuju kehidupan baru, kehidupan untuk proses pendewasaan yang lebih.  Namun belum apa-apa setumpuk kewajiban sudah ada di pundakku.  Kewajiban untuk membantu anak yang kurang beruntung untuk menghadapi kebijakan pemerintah memuhi target ujian nasional.  Entah mengapa terkadang aku merasa hidup di negeri ini seperti berada di peradaban Hitler, meski tidak kejam secara nyata, tapi jika dilihat secara kasat mata, melihat dengan naluri rakyat jelata, hidup teras keras dan kejam.  Di luar sana ada ratusan yang disebut wakil rakyat, mengaku sedang bekerja atas nama rakyat, tapi bekerja dengan beribu kenyamanan yang sangat kontras dengan apa yang ku saksikan di dalam gerbong kumuh ini.  Mungkin ada kehidupan yang lebih keras di luar gerbong sana, kehidupan yang seharusnya lebih baik di atas negara yang sudah mendapat label KEMERDEKAAN!.

KRL yang ku naiki terus berjalan, melitasi stasiun demi stasiun.  Melintasi stasiun Cikini dua sosok tua renta yang saling setia dalam ikatan pernikahan memasuki gerbong yang sama denganku, tak ada satu pun pemuda yang bersedia memberikan celah untuk dua sosok tua itu duduk.  Miris!.  Ku angkat pantatku meninggalkan kursi keras nan reot, ku persilahkan terlebih dahulu wanita tua renta itu, jika ku terka mungkin usianya sekitar 60-an, bahkan lebih.  Tubuhnya kurus, tulang-belulang berlapis kulit ari yang mulai mengerut, dibalut dengan kaos yang compang-camping namun masih layak pakai.  Mungkin jika kerudung yang membaluti kepalanya dibuka, akan nampak rambut yang memutih.  Ternyata tetap saja sikapku tidak menjadi tamparan bagi para pemuda yang dengan asiknya duduk, dan menyumpal telinganya dengan headset.  Bukan maksudku ingin dinilai sebagai pahlawan kesingan, tapi paling tidak mereka malu, akan tetapi tetap saja meraka enggan menyingkir membiarkan lelaki tua itu duduk.  Dua kursi di samping kiriku nampak seorang bapak paruh bayah seumuran ayahku mungkin, bapak itulah yang memberikan kursinya untuk lelaki tua itu.

Aku terus menatapi kedua pasangan tua itu.  Si wanita tua yang mungkin sudah layak disebut nenek, terangguk-angguk bersama rasa kantuk, bahkan mungkin rasa kantuk yang dirasakannya sangat parah. Semetara lelaki tua yang juga sudah pantas disebut kakek, sedang asik membaca ayat suci Al-Quran, Subhanallah!!!  ujarku dengan ketakjuban.

Cukup lama kakiku berdiri, angin yang menari indah, awan mendung yang sudah menyapa Jakarta beberapa hari, membuat semuanya terasa ringan.  Semua tak kurasakan lama, nafasku kembali terengah-engah setelah rangsang dalam hidungku mencium bau yang sudah tak asing baginya.  ROKOK!!!  Ya, bau rokok!!.  Mataku mengarah tajam pada dua sosok pemuda yang duduk di depan pintu gerbong!  Persetanlah dengan tagline pemuda!  Meraka tidak layak disebut pemuda.  Bagaimana bisa mereka dengan santai meracuni secara tak sengaja para penghuni gerbong ini, ah tidak tidak tidak! Bagiku ini sengaja, karena aku yakin di usia mereka yang sudah beranjak dewasa, mereka pasti tahu bahaya rokok.  Ingim rasanya ku dorong tubuh perokok itu, "Andai membunuh itu tidak dosa!  Sudah ku dorong para perokok itu!" ucapku dengan penuh kekesalan.

Di sampingnya duduk dengan wajah tertunduk diatas kedua lutut yang tertekuk.  Sudah tua, jika boleh ku terka kembali mungkin usianya sekitar 55 tahun, bapak tua itu pedagang buah, pikulan reotnya yang sedari tadi menghambat lalu-lalang pedagang bertengger setia di sampingnya.

Setibanya di stasiun Tebet keberuntungan baru menyertaiku kembali.  Helaan nafas panjang mengiringi pantatku untuk kembali duduk.  Ku reahkan leherku,  sejenak rasa rindu untuk adik sepupu membahana di hatiku manakala aku melihat seorang pedagang mainan.  " Nda, kaka mana???"  Mungkin besok itulah pertanyaan pertama yang keluar dari mulut kecilnya saat menyadari aku sudah tida ada di rumah.

KRL-ku terus melaju, tidak kencang nampaknya, karena beban semakin banyak.  Setibanya di stasiun Pasar Minggu, sosok lelaki tua renta, dengan perawakan lebih tinggi dari kakek tua yang pertama ku lihat namun tidak kalah kurusnya memasuki gerbong yang sama denganku, tangannya yang berhias urat-urat yang tergambar jelas di kulit arinya yang berwarna cokelat pekat memegang erat karung yang terlihat lusuh, entah apa isinya.  Ku perhatikan kembali reaksi beberapa pemuda yang masih duduk manis di kursi mereka, ahhhh tidak ada stu pun yang enggan beranjak.  Baiklah, mungkin memang aku yang harus kembali berdiri, anggap saja terapi bagiku si pengidap darah rendah agar aku terbiasa lama-lama berdiri.

Tibalah aku di stasiun Depok, akhirnya menghirupkembali atmospher kota ini.  Besok akan ku mulai petualangan baru dalam hidupku.  Meski akan terasa berat karena permasalahan kelas yang diacak.  Namun semangat dari kata-kata ayahlah yang membuatku lebihs siap "Dimana pun kamu, dengan siapa pun kamu bergaul jika kamu punya semangat belajar yang kuat maka kamu akan tetap jadi kamu!".  Catatan awal semester yang indah, semoga berahir indah pula!


Original story by

Depok, January 16th 2011

Senin, 03 Januari 2011

Jangan Gunakan Kata Autis

Enjoy this post


Sindrom Asperger (bahasa InggrisAsperger syndromeAsperger's syndromeAsperger's disorderAsperger's atau AS) adalah salah satu gejala autisme di mana para penderitanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, sehingga kurang begitu diterima. Sindrom ini ditemukan oleh Hans Asperger pada tahun 1944. Sindrom Asperger dibedakan dengan gejala autisme lainnya dilihat dari kemampuan linguistik dan kognitif para penderitanya yang relatif tidak mengalami penurunan, bahkan dengan IQ yang relatif tinggi atau rata-rata (ini berarti sebagian besar penderita sindrom Asperger bisa hidup secara mandiri, tidak seperti autisme lainnya). Sindrom Asperger juga bukanlah sebuah penyakit mental.
Ketika orang berbicara, umumnya mereka menggunakan bahasa tubuh seperti senyuman dan komunikasi nonverbal lainnya, dan juga kata-kata yang dikeluarkan oleh mereka cenderung memiliki lebih dari satu buah makna. Seorang penderita sindrom Asperger memiliki kesulitan untuk memahami bentuk-bentuk komunikasi non-verbal serta kata-kata yang memiliki banyak arti seperti itu, dan mereka hanya memahami apa arti kata tersebut, seperti yang ia pahami di dalam kamus. Para penderita sindrom Asperger tidak mengetahui bagaimana memahami ironisarkasme, dan penggunaan bahasa slang, apalagi memahami mimik muka/eskpersi orang lain. Mereka juga tidak tahu bagaimana caranya untukbersosialisasi dengan orang lain dan cenderung menjadi pemalu.
Para dokter melihat sindrom Asperger sebagai sebuah bentuk autisme. Seringnya, disebut sebagai "autisme yang memiliki banyak fungsi/high-functioning autism". Hal ini berarti setiap penderita sindrom Asperger terlihat seperti halnya bukan seorang autis, tetapi ketika dilihat, otak mereka bekerja secara berbeda dari orang lain. Para dokter juga sering mengambil kesimpulan yang salah mengenai sindrom Asperger setelah mendiagnosis penderitanya, dan memvonisnya sebagai pengidap skizofreniaADHDsindrom Tourette ataukelainan mental lainnya.
Bagian otak yang memiliki kaitan untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain juga sebenarnya mengontrol bagaimana tubuh bergerak dan juga keseimbangan tubuh. Karena itu, seorang penderita sindrom Asperger mungkin mengalami masalah yang melibatkan pergerakan tubuh, seperti halnya olah raga, atau bahkan jalan kaki, yang kadang-kadang sering terpeleset. Mereka juga memiliki kebiasaan grogi/nervous.
Para penderita sindrom Asperger cenderung lebih baik dibandingkan orang-orang lain dalam beberapa hal seperti matematika dan hitung-hitungan, tulisan serta pemrograman komputer. Banyak Penderita sindrom Asperger memiliki cara penulisan yang lebih baik dibandingkan dengan cara mereka berbicara dengan orang lain. Mereka juga memiliki sebuah minat yang khusus yang mereka tekuni dan bahkan mereka menekuninya sangat detail, serta mereka justru menemukan hal-hal kecil yang orang lain sering melewatkannya.  (Sumber www.wikipedia.com)

Nah setelah kalian belajar dan tahu apa itu sindrome autis, pasti kalian bertanya-tanya mengapa saya memberi judul jangan gunakan kata autis.  Sedikit cerita beberapa bula lalu sepulang saya les bersama dua teman saya yang lain menggunakan transportasi andalan rakyat yakni angkot.  Kedua teman saya terus berceri banyak hal sambil sesekali tertawa lepas.  Dinda teman saya saat itu berkata pada Risty dengan suara yang cukup kencang "Autis lo Ti!".  Kemudian seorang ibu muda yang duduk persis di samping saya langsung menyambar ucapan Dinda tadi.

"Apa mulut kamu gak pernah diajarin buat ngomong sopan ke temen?  Apa kamu gak tahu autis itu apa?  Belajar dong, percuma kamu normal tapi kamu gak tahu autis apa!"  Ucap ibu tersebut dengan sedikit geram.  Kami bertiga hanya terdiam, untung hanya ada kami bertiga, ibu itu, dan supir di depan, jadi teman saya tidak merasa sangat dipermalukan.  Melihat kami yang hanya terdiam ibu tersebut kembali melanjutkan ucapannya seolah-olah ingin memaki Dinda habis-habisan.

"Pernah gak kamu ngerasain sakitnya jadi seorang ibu yang punya anak autis?  Kamu enak aja ngatain temen kamu autis!  Ada yang salah emang sama anak autis?"

Kami pun masih terdiam tanpa kata, saya pun akhirnya hanya bisa berkata "Maafin yah bu, teman saya mungkin gak bermaksud apa-apa!"  Lalu ibu itu menjawab "Becandanya kelewatan!  Parah sih orang Indonesia, gak bisa nggunain kata!"  Ibu tersebut pun akhirnya turun.  Saya hanya bisa terdiam, dan menelaah ucapan ibu tersebut.  Sementara Dinda dan Risty mereka sibuk memaki ibu tersebut seturunya.  Dari kaca spion pun abang angkotnya hanya tersenyum seraya meledek pada kedua teman saya.

Saya bisa merasakan bagaimana tekanan yang harus dihadapi ibu tersebut, dan beberapa ibu yang memiliki beban yang sama sepertinya.  Namun bagi saya, anak dengan sindrom seperti ini terkadang lebih hebat, dan lebih bisa menghargai hidup mereka.  Ucapan ibu itu pun ada benarnya bahwa kita harus bisa menggunakan bahasa yang tepat, dan jangan memanggil orang dengan kata-kata yang tidak pantas.

Benar-benar seorang ibu yang inspiratif.

Jumat, 31 Desember 2010

AKU, bahkan KAMU lebih beruntung dari MEREKA !

Enjoy this post

Kemarin setelah lama kaki ini tak melangkahkan kaki keluar rumah akhirnya melangkah juga menuju satu kota kecil di perbatasan selatan Jakarta yakni Depok.

Seperti biasa aku lebih memilih menggunakan KRL ketimbang harus diantar atau naik bus.  Ku pilih KRL ekonomi express AC untuk mengantarkanku menuju stasiun Gondangdia untuk kemudian melanjutkan perjalanan kembali menuju Depok.  Ya, beruntung sekali aku mendapatkan kereta ekonomi non AC untuk mengantarkanku ke Depok.

Ku naiki satu persatu anak tangga yang menghubungkan lantai satu dengan peron 2 di stasiun Gondangdia.  Larak-lirik di sepanjang peron, berharap ada kursi kosong untuk melemaskan kakiku yang rupanya mengencang karena tak biasa menaiki anak tangga sebegitu banyak.  Ah, beruntunglah aku ada sedikit sela paling tidak untuk pantatku menempel.

Di sampingku ada bapak tua yang masih gagah.  Berbincanglah kami dengan awal perbincangan menanyakan hendak kemana aku.  Dari kejauhan klakson kereta terdengar panjang, itulah kereta yang akan mengantarkanku dan para penumpang lainnya ke stasiun-satasiun tujuan mereka masing-masing.

Ku lihat gerbongnya masih lenggang, bahkan beberapa kursi masih terlihat kosong.  Ah syukurlah, aku mendapat tempat duduk, dan tak disangka bapak tua itu duduk di samping kiriku.  Ku pandangi wajahnya yang mulai dipenuhi dengan kriput, rambutnya pun sudah jarang yang hitam.  Pikiranku kembali menerka-nerka berapa umur beliau, ya mungkin 10 tahun lebih tua dari ayahku atau tepatnya 60 tahunan.  Tapi badannya masih sangat gagah untuk ukuran umur 60 tahun.

Rupanya perjalananku kali ini dengan kereta ekonomi tidak ada yang berbeda.  Suara riuh pedagang masih memantul di sudut-sudut gerbong, dangdut sebagai nyanian rakyat pun masih terdengar merdu dari radio usang para pengamen.  Hey bung ini Jakarta, lengah sedikit hilang sudah ingatku pada kalimat yang pernah ku dengar dari mulut Almarhum Om Dono Warkop di salah satu filmnya.  Aku pun sedikit waspada karena aku mulai merasakan ketidak nyamanan saat kaki mulai digoyang-goyangkan oleh pemuda yang kiranya suumuran denganku.  Tatapan memaksa, dan menyeramkan itu membuatku takut.  Dia memaksa untuk diberi sedikit uangku.

Aku tak mau memberi karena ku rasa dia masih mampu bekerja selain mengemis.  Dia bisa bekerja lebih dari itu dengan tubuhnya yang masih lengkap, dan sehat.   Baiklah karena aku takut ku beri uang seribu rupiah yang sudah terlihat lusuh.  Setelah itu otakku berpikir tentang satu hal yang kuberi label LEBIH BERUNTUNG.

Setelah tatapan meyeramkan lagi sangar itu enyah dari hadapanku, mataku tertuju pada sosok nenek tua renta yang jalan dengan penuh penghayatan seolah-olah beliau memang lumpuh tak bisa jalan.  Kakinya dibalut kain perca kusam di sana-sini.  Mungkin ini yang di sebut parodi rakyat jelata di atas gerbong.  Dimana terkadang lumpuh, koreng, buta, menjadi senjata ampuh untuk mengais rejeki.

Ku keluarkan selmbar uang lima ribu yang nampak dekil yang ku peroleh dari kembalian pembelian tiket.  Ku letakkan di atas mangkok si nenek tua yang berisi beberapa logaman.  Si nenek pun enyah dari hadapanku dan hijrah ke gerbong lain.  Bapak tua di sampingku pun berkata " Tidak terlalu besar dek memberikan uang segitu banyak?  Asal kamu tahu dia hanya pura-pura.  Pasti baru kali pertama naik kereta? Bapak sih tiap hari, jadi tahu akal-akalan pengemis di sini."

Tersenyum ku pada bapak tua itu dan berkata "Iyah pak saya tahu.  Tapi gak apa-apa, niat saya kan hanya ingin memberi.  Masalah saya dibohongi atau tidak, biarlah pak.  Yang saya tahu Saya LEBIH BERUNTUNG dari nenek itu Pak, karena masih bisa berbagi."  Bapak itu hanya diam.  Menyadari kediamannya perasaan tak enak menyeruak seketika di hatiku, takut jikalau kata-kataku tadi terkesan tidak sopan dan menggurui.

Pandanganku tertoreh pada pengamen kecil yang wajahnya tak asing bagiku.  Entahlah ini pertemuan keberapa setelah aku resmi menyandang predikat ANKER (Anak Kereta).  Tapi kali ini pengamen kecil itu tidak sendiri.  Di belakangnya ada wanita paruh baya, ku terka kembali umurnya.  Mungkin sekitar 40 tahunan.  Seibu pun menggendong anak kecil yang terlihat sangat kotor, wajahnya penuh dengan corengan tanah atau apalah.  Karena kesal tak ada yang memberi, si ibu lantas mendorong pengamen kecil itu.

"Aku LEBIH BERUNTUNG dari pengamen itu Ya Rabb!"  ucapku dengan helaan nafas panjang.  Meski dulu ketika kecil aku begitu banyak melewatkan waktu tanpa ayah, dan kerasnya kehidupan berdua dengan ibu, tapi ibuku tidak pernah mendorongku untuk mencari nafkah di usia yang masih terlalu kecil.

Perjalananku masih jauh menuju stasiun pemberhentian.  Ku rebahkan leherku di atas kursi orange yang tidak empuk tapi cukup nyaman ketimbang harus berdiri, ku pejamkan mata sebentar, menghela nafas panjang, dan menggambar imajinasiku pada wajah cantik ibu yang sudah hampi 3 hari tidak ku lihat.  Setelah wajah itu tergambar, dan hatiku beujar aku rindu ibu, ke buka kembali.

Entah sudah berapa lama bapak ini berdiri di depanku, mungkin sejak mataku terpejam untuk beberapa saat.  Badannya yang kurus namun berotot memikul dagangan yang berisi gunting, lup, dan beberapa dagangan lainnya.  Ototnya keluar karena mungkin pikulan yang nampak sangat berat itu setiap hari harus dia pikul, dibawanya mengelilingi gerbong demi gerbong, bahkan mungkin adakalanya bapak itu mengelilingi di antara gang-gang kecil.  Pikiranku sok tahu, bisa dengan mudahnya aku berpikir demikian.

Aku terus memandangi bapak itu, dielapnya keringat yang jatuh meluncur dari keningnya.  Nampaknya sudah sangat letih sekali bapak itu, padahal mentari belum lama singgah di langit biru di pagi itu.  Ah hatiu terenyuh, kembali teringat ayah.  Ayahku LEBIH BERUNTUNG dari bapak ini.  Meski ayah tak beruntung karena tak punya banyak waktu bagiku dan ibu, tapi ayah tidak harus berkeringat di pagi hari dan merasakan lelah yang teramat.  Tak harus memikul perasaan takut setiap harinya karena tak bisa membawakan uang meski sedikit untuk makan anak istrnya.

Tak lama duduk di hadapanku wanita dengan perawakan kecil, kurus, kulit kecokelatan, dan bibir bekas jahitan akibat sumbing.  Parasnya bagiku tak jelek, karena sesungguhnya kodrat wanita itu memang cantik.  Tapi lagi-lagi aku merasa aku LEBIH BERUNTUNG.  Meski parasku tak secantik Risty Tagor, badanku tak semolek Syahrini, dan fisikku tak sempurna Miss Universe, paling tidak aku memiliki fisik yang sempurna yang Allah ciptakan untukku.  Hidung yang tak terlalu mancung masih tetap aku syukuri, karena faktanya tidak ada yang cacat dalam tubuhku secara fisik.

Nampaknya stasiun pemberhentianku sudah dekat.  Aku pun kembali bersyukur, meski tak ada mobil mewah yang mengatarkanku tiap hari menuju majelis untuk belajar, tapi aku LEBIH BERUNTUNG masih memiliki keyakinan bahwa inilah mahasiswa sejati.  Harus berjuang berjubal di antara para petualang hanya untuk satu tujuan menuntut ilmu.

Kereta ku pun berhenti di stasiun tujuanku.  Ku lepaskan senyum perpisahan pada bapak tua di sampingku sambil sedikit membungkukkan badan sebagai salah satu tradisi menghormati orang yang lebih tua "Mari Pak, Saya duluan.", Bapak itu pun tersenyum dan menitipkan satu pesan perpisahan "Iyah nak, hati-hati!" lalu ku jawab dengan sigap "Terimakasih Pak."

Dari kejauhan ku lihat bus reot yang masih sanggup berjalan dan setia mengantarkan aku dan mahasiswa lainnya.  Dengan nafas terengah-engah akhirnya aku berhasil mendapatkan tempat duduk, rasanya seperti pemenang karena aku berhasil mendapatkan satu tempat duduk yang masih kosong.  Aku duduk persisi di samping pintu keluar.  Angin yang sepoi-sepoi menemani perjalanan singkatku menuju kampus.

Di pinggir jalan, sosok lelaki dengan pakaian compang camping berhasil membuat leherku berputar ke belekang memperhatikannya.  Lelekai itu tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, baiklah ku terka kembali berapa umurnya, mungkin sekitar 30 tahunan.  Dia Gila, ah tidak-tidak terlalu jahat jika aku menyebutnya gila.  Lebih tepatnya aku masih LEBIH BERUNTUNG dari dia.

Kembali ku ingat beban-beban berat yang pernah ku pikul, beban berat yang dengan umur semuda ini pernah ku alami.  Beban berat yang seharusnya tak layak untuk dipikul oleh ku saat usiaku masih selayaknya bermain, tertawa, dan menikmati keindahan hidup.

Aku menyebut diriku LEBIH BERUNTUNG karena aku bisa melewati tahapan terpait dalam hidupku dengan baik dan tidak sampai membuat nasipku sama seperti lelaki itu, tidak sampai membuat keimananku goyah, jauh dari Allah, frustasi dan berkahir pada penampakan wujud yang 180 derajat berubah sampai-sampai mungkin tak akan ada satu orang pun yang bisa menerimanya.

Kejadian-kejadian tersebut membuatku merasa aku LEBIH BERUNTUNG.  Membuatku seolah-olah tertampar dengan realita kehidupan bahwa selain ada awan yang lebih atas ketimbang awan di bawahnya, ternya masih ada lubang yang lebih dalam dari lubang sebelumnya.

Kawan, aku bahkan kamu LEBIH BERUNTUNG ketimbang mereka, maka aku teringat satu ayat dalam kitab suci Al-Quran "  Maka Nikmat Tuhanmu yang mana yang kau dustakan?"

Terimakasih Allah telah membuatku menjadi orang yang lebih beruntung.

Aku yang selalu berusaha untuk bersyukur,


Bekasi, 30 Desember 2010
 

Template by Best Web Hosting