Aku Harus Memilih

Enjoy this post

Baru beranjak jam pada menitnya, saat aku benar-benar merasa bahagia ketika menyadari hubungan yang hampir tiga tahun lebih dirajut kembali membaik.  Saat dimana hanya ada kamu dan aku berdua menghabisi waktu berkeliling dan menorehkan lembar cerita baru.  Dan sekarang semua telah terenggut nyaris tak ada cerita.

Suli bagiku menyadari bahwasanya aku kembali kehilanganmu.  Aku tahu tiga tahun bukan waktu yang singkat untuk mengabadikan semua dan melupakannya begitu saja.  Bukan aku hendak mempermainkan perasaanmu, tapi aku tak ingin mempermainkan takdir dan masa depanku kelak.

Duduk di bangku kecil seorang lelaki yang rambutnya mulai memutih, wajahnya penuh dengan garis keletihan, dan matanya menatapku dengan tatapan harapan yang sangat besar.  Dia ayahku.  Orang yang mungkin sangat menentang hubungan ini.  Di sampingnya seorang wanita perawakan tidak kurus menatapku pun sama dengan penuh harapan.  Dia pun orang yang tak kalah menentangnya.

Bukan aku tak menyayangimu dan hubungan ini.  Tapi aku butuh kepastian.

Entah dirimu menyebut aku dan keluargaku matrealistis tapi ini realita bung.  Dimana pernikahan tidak hanya sekedar ada cinta, sayang dan rasa suka.  Pernikahan adalah perjuangan baru, terlebih jika Allah telah memberikan kita satu benih cinta bahkan lebih.

Ayah ibuku menentang hari ini dan kemarin karena mereka ingin masa depanku lebih baik.  Ku rasa harapan mereka pun tak berelebihan.  Aku hanya anak tunggal yang mungkin sepeninggalnya mereka tak akan ada tempat bagiku untuk mengadu dan mendapatkan perlindungan selain oleh suamiku.  Mereka hanya menginginkan suami yang terbak untukku.

Sungguh bukan maksudku untuk mengucilkanmu, meragukanmu, dan perlahan meninggalkanmu dengan sakitnya.  Aku hanya memilih karena aku harus memilih.  Dan aku harus memilih mereka karena sesungguhnya merekalah yang lebih berhak atasku, sekali pun itu menyakitkan bagiku.