Rabu, 08 September 2010

Balada Kematian

Enjoy this post

LOMBA BLOG DEPOK 17 Juli-17 September 2010

Siang itu angin sedang bercengkrama bersama mendung, petir menyibak di kelabunya awan, dan mentari terlelap tak berwujud.  Setapak demi setapak kaki melangkah, menyusuri halaman rumah memasuki pintu ruangan berukuran 4m x 5m.  

Mata sayuku tertuju pada sosok yang tak asing bagiku, sosok yang dengan senang menerima amanat berupa diriku.  Dia Ibuku, sosok kuat yang sedang asik nonton TV.  Aku kembali memasuki ruanganku, ku pandangi sosok yang tergambar di cermin.  Ya dia diriku, aku melihat diriku kusam, pucat membiru.  

Bergegas menyibak kekutanku dengan setetes air wudhu, ku sujudkan diriku pada Sang Khalik, berharap keridhoannya.  Ah badanku lemas tak beraga, sekujur tubuh menggigil, kulafadzkan kalimat yang telah menjadikanku seorang muslim, Laa Illaha Illallah MuhammaddaRasulullah , aku tersibak diam dalam tidur panjang.

Rohku seketika terhempas dalam ruang kosong tak berbatas yang belum pernah ku lihat.  Ah, aku tidak bisa menggapai diriku yang ku lihat sedang tersungkur memucat di altar sajadah.  Ah, matikah aku?  Aku kembali menapaki ruang hampa itu, kulihat ibuku, aku berteriak "Ibu Ibu Ibu" ah tapi mengapa tak ada jawab!! berbeda dimensi? Ya Rabb, matikah aku?

Aku hanya bisa melihat segalanya dari ruang jauh yang sepi tak berpenghuni, perlahan aku melihat tangis ibuku mengoyak badanku, sakit hati ini ku rasa, saat tangis itu datang.  Ya aku mati.  Tapi aku tak bisa tersadar, tak percaya aku telah pergi.

Ku lihat badan lesu ibuku berlumir air mata yang menetes di pipinya, di sampingnya ada sosok lelaki yang teramat mencintaiku dan dirinya, dia ayahku.  Di sekeliling banyak orang yang ku kenal menangis, datang menyibak tutupan kerudung putih yang membaluti wajah pucatku.  Aku melihat sahabatku, temanku, saudaraku, guruku, bahkan kekasihku.  Meraka menangis mungkin bersedih untukku, atau hanya tangis sekedar tangis karenakehilanganku.

Pagar rumahku saat ini berhias bendera kuning.  Ah rasanya aku ingin teriak, tapi mereka tak akan mendengarku.  Isak tangis berbalut lantunan Surat Yasin menggema di rumahku, kesibukan yang ku lihat menyedihkan mulai memasuki pekarangan rumahku.  Kurung Batang, Kain Kafan, Bunga-Bungan, ah mereka hanya berujar itu, aku terperangah dalam ruang yang sangat membuatku begitu asing.  Ya Rabb, aku benar-benar mati.

Hujan yang tadi mengguyur berubah kering, mentari kembali bermain bersama awan yang mulai cerah.  Ku lihat dengan isak tangis tak terbendung ayahku dan beberapa kerabatku mulai membawa jasadku ketempat periistirahtanku.

Pesan terakhir berupa ucapan maaf terlontar dari mulut ayahku.  Ya Rabb, aku mati.  Aku mati dalam keadaan aku masih punya salah terhadap sekelilingku.  Mulutku sering berujar kata yang mungkin menusuk relung hati seseorang, langkahku terkadang membawaku terkapar pada tempat yang tak seharusnya ku datangi, tanganku hanya sibuk dengan kesenanganku terhadap dunia maya tanpa pernah aku menyentuh tasbih.  Ya Rabb, aku takut!!

Jasadku mulai diletakkan, ya ini rumah baruku.  Rumah yang berpondasi amal ibadahku selama ini.  Entah cukup atau tidak.  Perlahan kumandang Adzan bergema di telinga, jasadku tak bisa mendengar tapi aku mendengar.  Aku ingin berteriak rasannya, berteriak agar jangan tutupi jasadku dengan tanah, jangan tinggalkanku pada ketakutanku.  Aku takut gelap, aku takut gelap.  

Entah seperti apa hidupku setalah kematianku, yang aku rasa dari kejauhan ada balada kematianku yang dirasakan sangat kuat oleh ayah ibuku.  Maafkan adinda jika aku harus pergi terlebih dahulu, doakan aku agar bisa menjadi anak yang memberikan syafaat berupa syurga untukmu ayah ibu.

Bekasi, 8 September 2010




0 comments:

Posting Komentar

Please leave a comment if you have critics for me

 

Template by Best Web Hosting