Senin, 02 November 2009

semaraut transportasi di Indonesia

LOMBA BLOG DEPOK 17 Juli-17 September 2010


Sebenarnya hari ini saya sangat lelah, namun hasrat untuk menulis berbagai kalimat sudah membludak di hati dan pikiran saya bak bom atom yang siap meledak. Senin 2 November 2009, awal yang tidak cukup baik namun bemakna.

Pagi ini saya harus kembali ke tempat saya menuntut ilmu dan sekaligus menjadi rumah ke dua saya. Depok, iya di sanalah semua aktifitas saya tertuju sampai gelar sarjana saya dapatkan. Pagi ini seperti biasa ketika saya harus kembali ke Depok saya harus melangkah sendiri. Tidak ada ayah yang mengantar saya karena pasca krisis keuangan dunia, ayah saya harus dimutasi ke Bandung, Minggu sore ayah saya sudah harus kembali ketempat beliau mencari sesuap nasi.

Saya berangkat dengan jiwa yang lagi-lagi berat untuk meninggalkan Bekasi dan seluruh penghuni yang saya sayangi. Dari rumah saya naek angkot, jalan menuju jalan raya Bekasi cukup lancar, sedikit lega karena biasanya suguhan asap dari knalpot kendaraan sudah menanti.

Beruntunglah saya masih ada yang setia menjaga saya dan mengantarkan saya sampai stasiun kereta api Tebet, satu-satunya stasiun yang terdekat untuk menuju Depok sehingga tidak mengharuskan saya untuk singgah di stasiun Kota Tua.

Namun penat di sepanjang jalan menuju Depok saya rasakan, asap kendaraan dari metromini, motor yang menyalip tak beraturan, mobil-mobil mewah yan menampakan keegoisannya, ditambah dengan proyek pengerjaan banjir kanal timur yang belum rampung juga menjadi atraksi yang tak terelakkan.

Emosi sudah membludak, saya yang tidak terbiasa menggunakan jam tangan lansung mengambil handphone untuk sekedar melihat pukul berapa pada saat itu. Alagkah mengejutkan ketika saya mengetahi waktu sudah menunjukan pukul 06.48, dan rute yang harus saya tempuh masih dibilang cukup jauh. Yah, saat itu saya masih berada di persimpangan jalan menuju Cipinang dalam.

Seperti kebiasaan saya ketika terjebak kemacetan, saya hanya memperhatikan pola pengendara mobil maupun motor, dan tidak lupa memperhatikan plat nomor kendaraan. Saat ini dengan begitu banyak kendaraan yang keluar dari pabriknya, jalan semakin sempit dan belum ada pengelolaan sistem kepemilikan kendaraan yang baik. Entalah, pola konsumtif masyarakat Indonesia, atau memang gengsi yang merajalela sehingga mengharuskan yang berduit lebih memilih memiliki kendaraan lebih dari satu.

Ini mungkin yang menjadi kenyatan mengapa macan yang nyata itu adaah jalan. Pola pengemudi yang tidak teratur dan tidak disiplin membuat bahaya satu sama lain. Saya melihat tidak boleh ada rung kosong di jalan ketika macet, motor dengan seenaknya menyalip, bahkan yang lebih berbahaya adalah menyalip ketika berada di ketinggian fly over.

Waktu sudah menujukan pukul 07.18 saat saya tiba di stasiun Tebet, sementara di depa saya baru saja melintas kereata ekonomi , yang terlintas dipikiran saya adalah tidak akan ada lagi kereta yang akan segera tiba secepatnya. Saya kemudian melangkahkan kaki ke loket pembelian tiket, saya menanyakan kepada penjaga loket kerta apa yang akan tiba setelah kereta ini yang menuju stasiun UI, penjaga tiketnya menjawab kereta ekonomi. Sudah semeraut pikiran saya,apalagi ini hari Senin, pasti saya haus berdiri berdesakan dengan suasana pengap tak terkendali. Tapi mau tidak mau saya harus memlih tiket tersebut daripada telat. Karena saya hanya memiliki waktu 12 menit untuk sampai di kelas.
Alangkah terkejutnya saya mendapatkan keadaan kereta ekonomi yang masih lengang dan terdapat beberapa kursi yang masih kosong. Memang tida sekali dua kali saya menggunakan tansportasi yang saat ini mulai dikelola oleh pihak swasta ini, namun keadaan kereta ekonomi yang masih lengang dan lumayan bersih sangat jarang saya temukan.

Yang saya rindukan dari situasi dikereta adalah hiruk pikuk dunia yang sebenarnya. Susahnya mencari uang menjaga barang bawaan, dan yang terpenting mengalah untuk sekedar kursi. Entah menjadi kebiasaan atau perilaku buruk ketika saya di atas kereta khususnya kereta ekonomi. Mata saya selalu clangak-clinguk menatap gerbong demi gerbong yang masih bisa terjangkau oleh pandangan saya.

Hari ini saya duduk tepat di kursi yang berada dipinggir pintu gerbong, pertama kali mata saya tertuju kepada pedagang perabot rumah tangga, sempa tertarik untuk membeli tempat minum bercorakan hewan kesukaan saya, lumba-lumba. Namun saya teringat dengan wejangan ibu untuk tidak mengeluarkan barang berharga di atas kereta atau bus. Jantung saya seketika berdegup kencang pada saat kereta ekonomi Ac dari arah Bogor melintas, begitu pula dengan pandangan saya. Miris bahkan sangat miris, orang di dalam kereta itu sangat bejubel sampai pintu kereta pun tak bisa ditutup. Tidak berada di kereta itu pun sudah membuat saya merasakan bagaimana pengapnya di dalam kereta sana.

Musik yang beralun digerbong saya pun tidak terlalu buruk, lagu dangdut milik bang H.Rhoma, dangdut memang tidak bisa dipungkiri sudah menjadi santapan wajib bagi rakyat jelata di Indonesia, ya karena ada beberapa kaum minoritas saja yang menganggap dangdut itu kampungan. Tepat disamping saya duduk seorang wanita yang masih relative muda, wanita itu duduk di bawah tepat di depan pintu gerbong. Mata saya terus memperhatikan bahkan pikiran saya terus berkomentar “ Stres kali ya nih orang??”. Pikiran itu muncul karena dia selalu mengoceh sendirian, tertawa, bahkan terkadang marah-marah sendiri(korban keapatisan pemerintah).

Bola mata saya terus berputar, kali ini mata saya tertuju pada beberapa orang yang terlelap tidur, seakan-akan mereka sangat menikmati hembusan angin yang masuk dari jendela dan pintu gerbong. Perjlanan saya pun harus terhenti karena saya sudah tiba di stasiun UI. Hampir saja saya terjatuh pada saat keluar dari gerbong kereta, saya hanya melihat beberapa mahasiswa yang menyebutnya mahasiswa terbaik karena telah berhasil membobol universitas kebanggan orang Indonesia (UI),melihat saya dengan anehnya tanpa membantu saya yang keasakitan karena terkilir.

Waktu menunjukan pukul 07.35, kepanikan mulai menghampiri saya. Terlalu beresiko jika saya mengunakan bus kuning (bus mahasiswa), saya memilih menggunakan ojek. Terheran-heran saya pada saat itu, sudah di dalam kampus pun, saya harus bersaing kembali dengan kemacetan. Ya ampun, pelik sekali masalah transportasi di negara ini. Antrian kendaraan sudah terlihat dari gerbang utama Universitas Indonesia, satu kesadaraan yang saya temui seketika yakni “ Banyak sekali kendaraan yang beredar di negara ini, tanpa ada pembatasan atas jumlah kendaraan yang beredar”

0 comments:

Posting Komentar

Please leave a comment if you have critics for me

 

Template by Best Web Hosting