Enjoy this post
Jika anda tidak punya ketertarikan dan waktu untuk membaca, silahkan tekan tombol “CLOSE” karena postingan kali ini akan cukup panjang hehehehe.
Kata orang memasuki usia 20 tahun adalah fase tersulit bagi
siapa pun, pria maupun wanita. Ternyata
betul, di usia saya yang belum genap 22 tahun ini saya merasakan fase tersulit
itu. Bukan karena tanggung jawab
yang
semakin berat, bukan karena pertanyaan yang semakin banyak (kapan nikah,
kapan bekerja, kapan lanjut kuliah, kapan punya anak blah dan blah)
fase tersulit disini adalah bagaimana saya menemukan titik balik
dalam hidup tentang pecarian jati diri dan kepercayaan terhadap Tuhan.
Sulit dijelaskan bagaimana saya harus bergejolak dengan
batin yang seolah-olah dirasuki rasa keraguan terhadap keyakinan yang saya
pegang. Perlahan saya mulai mencari apa
yang salah dalam diri saya selama ini, dua tahun bukan waktu yang singkat dan
mudah untuk menemukannya. Rasa kecewa
yang muncul dari kegagalan yang selalu saya peroleh menambah keraguan
saya. Sulit, bahkan sangat sulit. Sampai saya pun bertanya pada diri saya
sendiri, untuk apa saya shalat? untuk apa saya beribadah? untuk apa saya
berbuat kebaikan dan menghindari keburukan? Untuk apa, kalo saya sendiri pun
masih meragukan.
Sampai suatu hari saya lelah dengan keadaan yang sulit ini,
saya mulai mencari apa yang salah dalam diri saya. Ternyata yang salah selama ini adalah, saya belum
menjadikan agama saya sebagai kebutuhan dasar.
Saya mulai menyadari bahwa apa yang saya lakukan sebagai umat beragama
selama ini hanya sebuah kewajiban, disitu saya mengerti bahwa keikhlasan adalah
kunci utama untuk menjadikan agama sebagai kebutuhan bukan kewajiban.
Tidak bermaksud untuk ria.
Sejak saat itu saya mulai sering merenung kesalahan apa yang selama ini
telah diperbuat, mulai meyakini bahwa kegagalan yang saya alami bukan karena
Allah tidak sayang. Satu persatu pikiran
dan perasaan saya mulai bekerja, rasanya seperti dipukul algojo bertubi-tubi
jika mengingat satu persatu kesalahan yang pernah saya buat. Hingga disatu titik saya tersadar bahwa,
tidak ada doa yang tidak terkabul, hanya ada doa yang tertangguhkan
pengabulannya untuk waktu, peristiwa, dan orang yang lebih tepat.
Benar sebuah nasihat ringan yang sering saya dengar melalui
alunan lagu milik Opick, obat hati itu hanya ada 5 perkara:
Membaca
Al-Quran dan maknanya
Inilah salah satu peranan terbesar yang
mengantarkan saya pada titik balik kehidupan beragama yang selama ini saya
pertanyakan. Saya mulai mencari tahu
kebesaran Sang Rabbi dengan membaca terjemahan demi terjemahan Kalam-Nya.
Kesalahan saya yang dulu adalah,tidak membaca makna yang terkandung di dalam
Al-Quran, padahal kandungannya jauh lebih indah ketimbang kita hanya membaca
huruf Arabnya saja, tidak ada kata lain selain mengucap Subhannallah, dan maha
benar Allah dengan segala firmannya (Saya akan menulis d postingan selanjutnya
tentang ayat-ayat yang membuat saya semakin percaya tentang islam sebagai agama
yang saya anut, percayai, dan butuhkan).
Perbanyaklah
Puasa
Ada stu hadits yang mengatakan bahwa belum
terkabulnya perkara doa karena terlalu banyak makanan yang masuk ke dalam
tubuh. Saya rasa begitu banyak artikel
yang sudah menjelaskan manfaat puasa bagi kesehatan jasmani maupun rohani,
entah itu puasa wajib di bulan Ramadhan atau puasa sunnah.
Shalat
Malam Dirikanlah
Terdengar sulit memang untuk mendirikan
shalat malam, tapi ternyata betul adanya waktu terdekat manusia dengan Rabbnya
untuk berkomunikasi dan mengeluarkan peluh yang ada adalah tengah malah. Saya mulai belajar tegas terhadap diri saya
untuk paling tidak minimal seminggu dua kali berkomunikasi dengan Allah di
waktu tengah malam. Sampai suatu hari
saya mulai berada di titik “INILAH YANG SELAMA INI SAYA CARI: KETENANGAN BATIN
& KEYAKINAN”. Saya mulai dihadapkan
dengan kenangan masa kecil saya tentang betapa teganya ayah ibu saya mendidik
saya dalam urusan agama, badan saya terasa menggigil saat saya kembali
mengingat guyuran air yang sering ayah ibu siramkan kalau saya tidak mau shalat
dan mengaji, dan titik balik ini seolah-olah membuat saya lebih paham seberapa
sayangnya mereka terhadap kehidupan saya, bukan hanya kehidupan dunia tetapi
juga akhirat.
Perbanyak
dzikir malam
Mungkin yang selama ini kurang saya lakukan
ada berdzikir di malam hari, saya jarang berkomunikasi dengan Sang Pencipta
dalam waktu dan intensitas yang lebih lama.
Benar firman Allah bahwa, Tidak akan berubah nasip suatu kaum jika tidak
dia sendiri yang merubahnya. Pencarian
saya saat ini membenarkan bahwa hidayah itu tidak datang dengan sendirinya tapi
harus dicari. Dalam pencarian panjang ini,
tiba-tiba saat saya sedang melalui sebuah rumah yang sedang mengadakanpengajian
entah mengapa saya tergerak untuk melajukan kendaraan saya dengan kecepatan
sangat pelan, saat itu saya mendengar ustadz tersebut sedang memerikan tausiah
tentang manfaat Qiyamul Lail (Ibadah Malam) salah satunya adalah Shalat Sunnah Tasbih. Tiba-tiba saya kembali teringat cerita guru
ngaji saya saat umur 7 tahun “Kerjakanlah Shalat Sunnah Tasbih, jika tidak
sanggup setiap hari, seminggu sekali, jika tidak sanggup sebulan sekali, tidak
sanggup juga setahun sekali, tetapi jika tidak sanggup SEUMUR HIDUP SEKALI”. Kalimat SEUMUR HIDUP SEKALI itu yang membuat
saya tergerak untuk kembali bertanya, “Sepersekian detik kemudian saya masih
bisa gak ya Shalat Sunnah Tasbih?”.
Pertama kali saya melakukan itu, saya pun bingung apakah shalat saya sah
atau tidak karena saya terus menerus menangis dari satu gerakan ke gerakan yang
lain, dan baru kali itu saya merasakan nikmatnya berkomunikasi dengan Sang
Pencipta.
Berkumpulah
dengan orang shaleh
Jika kita berteman dengan tukang minyak
wangi, kita pun akan demikian. Ternyata
betul karena pergaulan mempengaruhi pembentukan karakter. Saya juga semakin percaya bahwa setiap
pertemuan ada maksud yang hendak disampaikan oleh Allah. Disini saya mulai sadar bahwa betapa
sayangnya Allah terhadap saya karena saya pernah mengenal teman-teman BEM
(Badan Eksekutif Mahasiswa) saat kuliah dulu.
Sebuah organisasi yang awalnya saya ikuti hanya karna ingin memenuhi
lembaran pengalaman, teman-teman yang sering saya anggap terlalu kolot padahal
mereka adalah orang-orang yang sedang berjuang mempertahankan kebenaran dan ketaatan
mereka terhadap agama. Saya mulai
mengingat-ingat bagaimana teman perempuan muslim saya berpakaian, kesantunan
dan ketaatan mereka dalam beragama.
Jujur
titik balik ini mambuat saya takut untuk melewati ujian keimanan dari Allah
berupa kesenangan, bukan saya tidak ingin senang tapi saya takut saat
kesenangan itu datang keimanan ini kembali melemah. Tapi saya yakin, selama Anak Adam masih
bernafas selama itu pula keimanan ini akan diuji, dengan kesenangan maupun
kesusahan. Semoga saya dan kita semua
termasuk di dalam golongan orang-orang yang beristiqomah dijalan-Nya. Aamiin Ya Rabbalalamin.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35)
Lovelill
0 comments:
Posting Komentar
Please leave a comment if you have critics for me