Rabu, 30 Juni 2010

Teringat Akan Ayah

selamat membaca
Pandanganku seketika menghampar ke arah laut, menerpa bahkan memecah ke ujung laut yang entah berantah ada dimana, saat itu ombak di tepi pantai tempat aku berdiri pun mulai memecah. Terlintas dipikiranku apa sebenarnya yang dituju ombak, entahlah mereka berjalan dari satu ujung yang entah dimana dan memecah begitu saja ditepinya. Aku memang sangat suka pantai, tapi beberapa saat lama berdiri aku mulai teringat bahwa aku pun dulu pernah sangat takut untuk memandang laut, apalagi menginjakan kakiku.
Usiaku kini masih 17 tahun, ya usia yang sudah cukup tua untuk seoarang yang baru belajar berenang. Ya aku tertawa geli memandang laut lepas, aku tertawa karena aku tidak bisa berenang bahkan semakin tertawa geli manakala aku tersadar harapanku adalah bisa bekerja di atas kapal pesiar, mengarungi lautan biru, menjelajah penjuru samudera, dan menepi di setiap pelabuahan di dunia.

Aku memang bukan seorang anak yang menghabiskan banyak waktu bersama ayahku semasa kecilku dulu, tapi ketika aku mencoba menhampiri kerumunan temanku yang sedang asik menikmati hempasan sisa ombak di tepi pantai aku merasakan bahwa aku pernah memiliki kenangan indah bersama ayahku di laut. Saat usiaku delapan tahun aku mengidap sindrome paru-paru basah, saat itu ayahku sedang berada di Indonesia untuk beberapa bualn. Ayah selalu menyemangatiku dan orang paling optimis yang membuatku sembuh dari sindrome yang cukup akut pada saat itu.

Ayahku tahu, aku adalah penakut terlebih ketikaku melihat gulungan ombak. Entahlah mengapa dulu aku begitu takut, padahal tsunami pada saat itu belum sepopuler saat ini meski ayahku pernah bercerita tentang tsunami di Jepang yang pernah dia alami. Tuntutan sembuh menuntutku untuk rajin berenang di laut, entah mitos atau memang ada relafansi antara berenang di laut dengan penyakit paru-paru basah. Setiap minggu ayah pasti mengajakku berenang di laut, entah itu di kawasan Jakarta atau sesekali mengunjungi laut yang masih berada di Pulau Jawa.

Ayah mulai membawaku pada dunia air yang tadinya aku anggap dunia yang sangat menyeramkan. "Aku tidak bisa berenang" celotehku, tapi ayah berusaha membuatku terapung di tepi pantai, memegang kedua tanganku dan teringat dalam benakku ayah tidak pernah membiarkanku terapung sendiri meski di atas ban. Aku teringat akan kata ayah yang memang tahu betul celotehanku di waktu kecil bahwa aku ingin bekerja di kapal, aku ingin setiap pagi ada lumba-lumba yang menghampiri kapalku, tapi aku tidak bisa berenang dan ya inilah aku malas untuk mencoba hal yang sudah tiak aku bisa. Ayah berkata bahwa "dan Keenggananmu dalam melawan rasa takut saat ini pasti akan membuatmu menyesal nanti. Mana ada lumba-lumba yang datang tiap pagi menghampiri kamu kalo kamu saja takut laut,dan tidak mau untuk bisa berenang." Ya saat ini kata-kata ayah hampir terujud, dan lagi-lagi aku menertawakan kebodohanku. AKU TIDAK BISA BERENANG -___-".

0 comments:

Posting Komentar

Please leave a comment if you have critics for me

 

Template by Best Web Hosting