Selasa, 9 Februari 2010 adalah hari yang cukup melelahkan untuk saya. Berjam-jam di ruang yang sanat tidak saya sukai, yakni di ruang ber AC dengan setumpuk soal IELST yang harus saya selesaikan. Jalan menuju rumah sore itu membuat saya penat. Seperti biasa setelah saya berjam-jam di ruang ber AC saya pasti sakit. Nafas mulai terengah-engah, entahlah orang mau menyebut saya kampungan atau apa, yang jelas saya memang tidak bisa lama di ruang ber AC, ini yang membuat saya tidak suka berlama-lama di Mall.
Malam itu ayah saya baru tiba dari Bandung pukul 20.00, sedikit kesal memang ketika punya waktu kembali ke rumah untuk beberapa minggu, ayah masih harus dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan yang sebenarnya bisa di lakukan oleh kawannya. Dengan nafas yang terengah-engah, saya menuju RS tempat biasa saya chek up, terpaksa hanya ditemani supir saya yang kocak Mang Ucen alias Mang Husein.
Memang tidak sedang beruntung saya hari itu, kejebak macet meski jam kerja sebenarnya sudah terlewati. Gregetan memang, kesal yang pasti karena nafas semakin tidak karuan. Saya mulai bisa tertawa ketika melihat idola saya John Martin Tumbel di salah satu TV swasta. Rasa suntuk di dalam mobil seketika hilang. Saya sandarkan kepala saya di jok mobil dan terus menatap kea rah layar LCD kecil yang terpasang sambil sesekali tertawa.
Pandangan mata saya mulai terganggu dengan segerombolan korban social. Yah, sepanjang jalan Ahmad Yani –Bekasi saya melihat beberapa waria sedang mangkal. Sedikit berbicara dengan nada becanda dengan supir saya menawarinya untuk memanggilnya, haha, tapi supir saya tidak terlalu berani. Perlahan saya buka kaca jendela saya, saya suruh supir saya untuk jalan perlahan. Saya tah betul gelagat mata mamang saya memang memandang kea rah waria tersebut, tapi tak dapat ditampik raut wajahnya yang menggiggil ketakutan tanpa sadar di depan ada bebrapa orang yang menyebrang, kontan supir saya yang agak latah itu mengerem mendadak sambil teriak “ Eh tuh bencong T*T*nya melembung” lumayan cukup keras sampai ada seorang waria yang mendengar dan berkata “ Kurang ajar loe, burung loe tuh kecil”. Saya pun langsung ketawa terbahak-bahak ditambah ekspresi supir saya yang ketakutan dan langsung mengambil sikap mempercepat laju kendaraan.
Saya terus tertawa dan membahas kejadian itu tidak henti-hentinya sampai saya menunggu giliran. Aneh memang, tapi percaya atau tidak nafas saya langsung kembali normal karena kejadian itu.
Malam semakin larut setelah saya selesai berobat. Ya, pukul 23.00. mata saya pun masih celangak-celinguk. Ternyata semakin malam semakin banyak. Saya berkata kepada supir saya kalo saya ingin mengajak salah satu dari mereka masuk ke mobil, hahaha, tentu supir saya tidak lansung menjawab iya. Dengan jurus manja saya yang memelas, akhirnya supir saya mau dengan syrat jang pernahcerita ke ayah ibu saya.
Singkat cerita saya berhasil menyewa satu orang waria bernama Jamiludin(kalo siang) kalo malem tentu kalian bisa menebak namanya , ya Jamila, dengan nada merayu supir saya Jamil berkata “ Bisa saya servis apanya nih…”, dengan sedikit gemetaran saya membeanikan diri untuk pindak ke belakan duduk persis di sampingnya. Terjadi pembicaraan yang lucu, hangat, namun perlahan menusuk hati sampai aira mata terkuras(berlebihan memang).
Jamiludin adalah satu dari sekian bnayka korban tuntutan dari kerasnya hidup. Usiannya baru menginjak 22 tahun, kalo aslinya saya rasa dia cukup tampan untuk menjadi lelaki, karena dia terlihat sangat cantik. Saat ini dia kuliah di slah satu universitas swasta di daerah Kali Malang-Bekasi. Ketika saya Tanya mengapa dia bekerja menjadi waria jawabnya satu, untuk membiayayi kuliahnya. Dia akui tidak seberapa memang pendapatannya tiap malam,tapi paling tidak cukup untuknya membayar uang kuliah setiap semester. Orang tuanya yang hanay buruh di salah satu pabrik tidak cukup membiayai kuliahnya karena dia masih memiliki 3 orang adik yang masih kecil. Awalnya dia tidak ingi seprti itu, tapi tuntutatan dan tawara yang kuat dari rekan-rekanya mengakibatkan dia terjerumus kedalam dunianya saat ini. Satu pertanyaan gila yang saya lontarkan adalah hal apa saja yang pernah dia lakukan, dengan penjelasan yang kurang saya pahami, saya hanya mengamil kesimpulan “ IT IS NOT GOOD TO TRY THIS AT HOME” hahha.
Saat itu saya hanya memiliki uang Rp75000, saya bilang ” Saya cuma punya segini buat bayar kamu” dengan senyum yang masih terselimuti air mata dia bilang “ Iya, segini aja udah cukup, apalagi kalian Cuma make saya buat ngobrol” . sedih, sedih,dan sedih….
Ini hidup,
Wanita si kupu-kupu malam
Bekerja bertaruh seluruh jiwa raga,
Meski dia adalah seorang waria, tapi satu pesan yang di sempat ucapkan ke saya yakni jangan sampai saya yang wanita tulen yang diberi ketinggian drajat mau bekerja atau melakukan hal yang bisa merendahkan harkat dan martabat. Dia sebagai waria saja masih memiliki pandangan tentang artinya kesucian seorang wanita bagi suaminya kelak. Dengan tulisan ini saya harap kita mau sedikit membuka hati nurani kita untuk sedikit memandang mereka b ukan sebagai sampah, karena belum tentu kita lebih tinggi drajatnya dari mereka. Dan semoga pemerintah mau sedikit peduli terhadap keadaan rakyatnya, sehingga tidak terjadi permasalahan social berupa meebaknya pekerja seks komersil
0 comments:
Posting Komentar
Please leave a comment if you have critics for me